Sunday, January 20, 2008

The Last

"Everybody have 'Regret' and theres no one in this world who hasn't lived without it. Everyone have past and their problem, Not even also wish bad matter happened in his life. But if that happened, he have to be given chance to improve him self and accepted the existence. Still only stupid and idiot who can't learn from the past. "

Hampir beberapa tahun belakangan ini saya selalu mencoba untuk melihat 'sesuatu' dari berbagai macam sisi. Kenapa ? karena kebenaran itu relatif (kecuali akidah), dan kebanyakan dari kita menghakimi sesuatu berdasarkan kebenaran yang kita inginkan (kebenaran versi kita sendiri). Saya juga belajar untuk mengurut-urut (membuat time-line) untuk menerka-nerka apa sebetulnya asal kejadiannya. Sebelum kita melakukan hal ini, gagasan yang timbul adalah KITA BELUM SALING KENAL ATAU MENGETAHUI BETUL SETIAP ORANG, oleh karenanya dari sini saya berusaha untuk tidak bersikap menghakimi dan berpihak ke satu sisi.

Kita semua adalah korban dari KEBODOHAN kita sendiri, kita semua adalah korban dari ketidaksanggupan kita untuk berkata TIDAK! kita adalah korban dari kejahilan diri kita sendiri. Kita semua saat ini sedang berada di tengah-tengah serangan. Ibarat perang kita ini adalah korban yang sedang berjalan-jalan ditengah medan perang, tanpa tahu harus menuju ke tempat mana kita berdiri dan diam membisu sambil menunggu. KIta adalah korban dari peperangan itu sendiri.

Memang pada dasarnya kita selalu ingin melindungi diri kita sendiri, baik dari kejahilan orang ataupun kebodohan orang lain. Kita akan bersikap lebih 'adil' jika kita berani untuk menyadari kebodohan kita yang tidak menyadari tingkat (posisi) hidup kita saat ini.

Kalau kita sedang jalan, tiba-tiba menjumpai ada seorang anak yang tergeletak dipinggir jalan karena kelaparan dan kita mendiamkannya. Maka secara fiqh dan hukum formal negara kita tidak dipersalahkan yang membuat kita ditangkap polisi. Tapi, menurut pandangan akhlaq Agama atau moralitas sosial, kita sungguh salah. Apalagi menurut mata pandang taqwa: kita mungkin dikategorikan bukan manusia.

Jadi sebenarnya taqwa itu sangat sederhana dan kelihatan mudah: yakni mengembalikan barang yang kita pinjam kepada pemiliknya. Apa anehnya dan apa susahnya? Kita mungkin keberatan kalau memberikan barang yang kita miliki kepada pihak lain. Tapi ini kan sekedar menyampaikan barang pinjaman kepada yang punya, tidak ada rugi dan keberatan apa-apa.

Tapi bagaimana mau omong moral, akhlaq dan taqwa? Sedangkan hukum yang paling sederhana, elementer dan teknis saja pun susah dilaksanakan di negeri ini. Memang bangsat betul kita ini!

Kebanyakan kita cenderung lebih suka menggunakan sudut pandang pertama, yakni fiqh, atau hukum formal (negera atau agama). Tapi ternyata tidak juga. Ada maling yang mencuri di suatu kampung, kontan saja masyarakat langsung memberikan hukuman --entah dengan menggebuki beramai-ramai atau menyeret ke kantor polisi setelah kondisi si maling tadi babak belur, atau membakarnya hidup-hidup. Ada dua orang lelaki kehilangan motor. Investigasi. Datang ke desa yang diduga tempat pencurinya. Sampai di sana malah diteriaki sebagai maling. Orang mengeroyoknya dan dibakar hidup-hidup.

Akhlak sosial yang dewasa melakukan etika untuk menanyakan terlebih dahulu, apa latar belakang dia mencuri. Mungkin karena isterinya akan melahirkan, sementara dia tidak mempunyai uang sama sekali. Karena kepepet dan berjumpa momentum, maka terpaksa dia mencuri. Penanganan terhadap si maling tadi, jika dilihat dari sudut pandang yang kedua ini, si maling tetap dihukum atau diserahkan ke polisi, tetapi masyarakat berusaha untuk memenuhi kebutuhannya yang mendesak itu.

Bila memang kita belum bisa melaksanakan sebuah akhlah sosial sebagai makhluk dewasa, seyogyanya sekarang kita mulai belajar untuk mempercayai dan melaksanakan hukum formal. Yang bersalah ya memang bersalah. Jangan yang tidak tahu apa-apa dan tidak bersalah ikut dipenjara. Bukankah kita waktu kecil belajar tentang sebuah cerita membasmi tikus. Jangan karena ingin membasmi satu tikus, lumbung padi yang besar dan tempat menaruh persediaaan beras kita bakar. Bisa habis semuanya. Dan akibatnya lambat laun akan mengenai diri kita sendiri. Masih bingung ? logikanya kalau persediaan sendiri kita bakar, kita mau makan apa ? Dimana tempat kita bisa menyalurkan panen ? Dimana kita bisa mempunyai sebuah wadah untuk berkarya ? Kalau kita tidak mempunyai itu semua dimana lagi kita akan belajar untuk meng'create' sesuatu ?

Seorang bijak adalah orang yang mencari alternatif terapi penyembuhan yang lebih baik, dengan beragam obat dan pengobatan lainnya, setelah mengalami kesulitan dengan penyembuhan awal, sebagaimana yang dilakukan oleh seorang dokter terhadap penyakit-penyakit yang membangkang di dalam raga. Maka syarat awal agar berfungsinya obat bagi raga yang sedang ditimpa penyakit adalah membiasakan diri untuk mengkomsumsi obat yang akan menyempurnakan proses sirkulasi di dalam raga.

Wahai saudaraku, marilah kita bersama menyadari tujuan hidup kita, pola hidup kita, dan gerak langkah hidup kita.
Astaghfirullaah. Terima kasih yaa Allaah atas kesempatan kedua yang engkau berikan kepadaku untuk kembali merenungi hakikat kehidupanku. Lihatlah bahwa mulai hari ini, ya Allaah, Engkau Maha Menyaksikan bahwa aku telah berubah. Aku tidak seperti yang dahulu. Saksikanlah bahwa aku adalah hambaMu yang menyerahkan diriku kepadaMu, dan menjadi penolong agamaMu, bergabung bersama kelompok penolong-penolong yang telah mendahuluiku, amien.

Salam Hangat

Erwin

ps : Mohon Maaf bila masih bingung, seperti kata saya diawal" saya tidak bermaksud untuk menyinggung siapa"...
Kita mungkin terlalu bodoh, hingga sangat mudah tertipu...Mudah"an kita bukan termasuk orang bodoh yang saya sebutkan tadi, Dari sini kita belajar untuk menjadi orang yang cerdas. Tetap semangat....!
A fool is a fool but only moron can't learn from the past.

No comments:

Tentang PTC

Kebanyakan dari kita masih kebingungan dengan istilah PTC (Paid To Click) padahal sudah lama sekali Program ini muncul di dunia cyber in...